PERKEMBANGAN KEGIATAN IMPOR BERAS DI INDONESIA

John Irwin
6 min readJun 7, 2021

--

Photo from Portonews.com

Intensifnya hubungan antar negara dipengaruhi oleh kepentingan untuk saling melengkapi kebutuhan antara negara satu dengan negara yang lainnya. Salah satu cara memenuhi kebutuhan negara — negara yakni dengan kegiatan perdagangan internasional.

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu berlimpah, serta Indonesia merupakan negara agraris yang dimana sebagian besar mata pencarian penduduknya adalah petani, yang hingga saat ini sektor pertanian memberikan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia menjadi produsen beras terbesar di dunia setelah China dan India. Hal ini menjadi bukti bahwa besarnya hasil padi di Indonesia. Tetapi beberapa tahun terakhir Indonesia perlu mengimpor sekitar 3 juta ton beras setiap tahunnya, terutama dari Thailand dan Vietnam, untuk mengamankan cadangan beras negara. Salah satu penyebab adanya impor beras yakni jumlah penduduk yang sangat tinggi rata-rata konsumsi beras per-kapita setiap tahunnya di Indonesia adalah 113,72 kg. Jika dikalikan dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta, maka kebutuhan beras dalam setahun di Indonesia adalah 30.7 juta ton beras. Nilai ini membuktikan bahwa beras sebagai bahan pangan yang penting dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan perekonomian Indonesia. Sehingga pasokan beras nasional harus selalu tersedia dan mudah dijangkau. Selain itu penyebab yang lainnya yakni luas lahan pertanian yang makin sempit dan menjadi beralih fungsi menjadi Kawasan industry, Kawasan perdagangan, perumahan yang tentunya menimbulkan dampak negatif bagi ekonomi, sosial maupun lingkungan.

Konsumsi beras di Indonesia yang besar harus diimbangi oleh produksi beras yang dapat memenuhi kebutuhan nasional. Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan perhatian lebih agar tidak menyebabkan krisis pangan di Indonesia. Pemerintah memiliki obligasi atas kestabilan sesuai dengan UU no 18 tahun 2012 tentang Pangan. Disinilah pemerintah memiliki dalih yang kuat untuk melakukan impor beras. Tujuannya untuk memenuhi permintaan dalam negeri yaitu produksi beras. Negara-negara yang mengimpor beras ke Indonesia yakni dari Vietnam dan Thailand. Meskipun begitu, masih sering terjadi penolakan dari banyak pihak, seperti akademisi, pelaku usaha penggilingan padi dan utamanya adalah petani padi. Penolakan ini disebabkan oleh terjadinya penurunan harga jual panen padi petani di Indonesia. Penurunan pembelian ini menyebabkan anjloknya harga jual padi pada petani Indonesia. Pada kenyataannya produksi antara di luar dan di dalam negeri belum seimbang.

Ada beberapa faktor mengapa impor selalu mendapat penolakan. Yang pertama, salah satu fungsi Bulog mendapatkan keuntungan dan sebagai stabilisator harga pangan di dalam negeri. Sedangkan harga beras Vietnam jauh lebih murah dibanding harga beras dalam negeri. Dengan ini maka akan menghasilkan profit yang cukup besar bagi entitas BUMN ini. Kedua, adanya faktor politik luar negeri. Faktor ini dipengaruhi oleh liberalisasi perdagangan yang menghendaki perdagangan luar negeri harus dilakukan agar suatu negara terus berkembang. Ketiga, kartel beras tumbuh disebabkan oleh adanya struktur kebijakan ekspor-impor. Maka muncul Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) no 1 tahun 2018 tentang ketentuan ekspor-impor beras mendorong munculnya kartel. Adanya keterlibatan perusahaan swasta yang memiliki relasi dengan pemerintah yang mendapatkan izin impor. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian izin impor bukan kepada Bulog, namun kepada importir swasta yang tentu saja melanggar regulasi pemerintah itu sendiri. Belum lagi adanya permainan perdagangan dalam menentukan harga di pasar menjadi mahal. Margin di perdagangan lebih tinggi dibandingkan petani dan semestinya margin petani lebih tinggi agar ada insentif untuk petani berproduksi. Ini menunjukkan sistem beras tidak kompetitif. Kegiatan operasi pasar beras oleh instansi pemerintah justru disalurkan lewat pemain besar di pasar.

Adapun beberapa regulasi pemerintah mengenai impor beras, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Ekspor dan Impor Beras, mengatur jenis beras yang dapat diimpor meliputi, pertama impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan. Kedua, impor beras untuk bahan baku/penolong (kebutuhan industri), dan ketiga impor beras untuk konsumsi kesehatan (dietary) dan khusus/segmen tertentu. Pihak-pihak yang dapat melakukan impor beras adalah Bulog, Importir Produsen Beras, Importir Terdaftar Beras, serta Lembaga Sosial atau Badan Pemerintah. Lalu, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/ Permentan/PP.200/4/2015 tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah membagi kualitas beras menjadi 4 jenis, yaitu kualitas Premium I, Premium II, Medium, dan Rendah. Importir Produsen Beras dan Importir Terdaftar Beras hanya diizinkan melakukan impor beras kualitas Premium I dengan tingkat kepecahan tertinggi 5 persen. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan bahwa menetapkan bea masuk beras terhadap jenis beras impor, yaitu, pertama beras ketan utuh, kedua beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan 5 persen, ketiga beras setengah masak (kukus), keempat Beras Japonica dan beras Basmati dengan tingkat kepecahan 5 persen, keenam beras dengan tingkat kepecahan 25 persen, ketujuh beras pecah dan beras ketan pecah 100 persen. Adapun tarif yang dikenakan terhadap jenis beras impor tersebut sebesar Rp 450,- per kilogram. Besarnya penerimaan pemerintah tersebut, selain dipengaruhi oleh adanya tarif bea masuk beras, sangat dipengaruhi oleh besarnya jumlah atau volume impor beras. Semakin banyak jumlah beras yang diimpor maka penerimaan pemerintah akan semakin bertambah maka Tingkat keuntungan / profitabilitas ekonomi yang diterima petani tergolong rendah tanpa adanya kebijakan pemerintah. Pengenaan bea masuk akan meningkatkan harga beras sehingga melebihi harga paritas impor. Kebijakan bea masuk berkontribusi dalam mempertahakan tingkat keuntungan petani padi yang relative tinggi. tinggi. Usaha tanaman padi sawah memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman padi ladang, jagung dan kedelai.

Menurut data BPS, 2014 Pada tahun 2004–2013 jumlah impor beras mengalami fluktuasi. Lalu pada tahun 2004–2007 impor beras mengalami peningkatan menjadi 1406847,6 ton. Kemudian impor beras mengalami penurunan di tahun 2008 dan 2009 yaitu sekitar 250473,1 ton, dan mengalami kenaikan impor beras lagi di tahun 2010. Tingkat impor beras Indonesia yang terbesar adalah pada tahun 2011 sebesar 2750476,2 ton. Hal ini masih menjadi pro dan kontra, dimana pihak pro yaitu kementerian perdagangan sedangkan pihak kontra yaitu kelompok masyarakat sipil seperti Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), organisasi petani seperti Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Serikat Petani Indonesia (SPI). Kesejahteraan petani padi dan ketahanan pangan menghendaki terwujudnya stabilitas harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani dan mendorong peningkatan produksi pangan. Kebijakan tersebut ditempuh melalui perlindungan harga komoditas pertanian dan mewujudkan kestabilan harga beras yang menguntungkan petani padi domestik, memberikan kepastian usaha tani bagi petani bagi upaya peningkatan produksi padi sehingga mendukung kebijakan ketahanan pangan.

Indonesia negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih kurang mampu untuk mengelola barang mentah menjadi barang setengah jadi dan jadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga Indonesia melakukan kebijakan impor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan jumlah penduduk yang besar. Pada Maret 2021 lalu melalui Youtube Sekretariat Presiden, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia sudah tidak impor beras sejak hampir tiga tahun terakhir. Di samping itu, ia juga mengakui adanya Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dengan Thailand dan Vietnam. Namun hal itu dikatakannya hanya untuk berjaga-jaga di tengah kondisi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data milik BPS, impor beras masih terjadi dalam kurun waktu tersebut. Pada 2018, misalnya. Indonesia pada tahun itu mengimpor beras mencapai 2.253.824,5 ton dengan nilai 1,037 miliar dollar AS. Pada tahun 2018 Indonesia memang membuka impor beras secara besar-besaran, lalu pada tahun 2019 turun. Sepanjang tahun 2020, Indonesia masih mengimpor beras sebanyak 356.286 ton beras dengan nilai mencapai 195,4 juta dollar AS. Negara pengekspor beras terbanyak untuk Indonesia pada tahun 2020 adalah Pakistan. Jumlahnya mencapai 110.516 ton atau senilai 41,51 juta dollar AS.

Sikap pemerintah yang cenderung mengambil jalan melalui impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebenarnya sangat disayangkan karena Indonesia mampu berswasembada pangan mengingat potensi lahan pertanian di Indonesia cukup besar dan subur, tetapi Kembali lagi pada permasalahannya yakni potensi tersebut tidak dimanfaatkan dan digunakan dengan baik. Seharusnya pemerintah dengan serius mengelola sektor pertanian terutama dalam hal produksi padi agar impor beras dapat dikurangi bahkan kalau memungkinkan dihentikan. Pemerintah harus mengganti dan menyediakan lahan khusus memproduksi padi untuk mengurangi tingkat impor. Pada akhirnya jalan tempuh yakni mengimpor beras yang tadinya tujuannya untuk pemenuhan dalam negeri justru berbanding terbalik dengan cita-cita para petani untuk sejahtera.

44318034 — John Irwin

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Referensi:

dalam https://kedaulatanpangan.org/ketagihan-impor-beras-wujud-tata-kelola-sistem-pangan-yang-liberal/

Febrianty, Hastina. Analisis Perkembangan Impor Beras di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

dalam https://bisnis.tempo.co/read/1447310/presiden-jokowi-sebut-3-tahun-kita-tak-impor-beras-yuk-intip-data-bps/full&view=ok

Zainul, Abidin M. 2015. Dampak Kebijakan Impor Beras dan Ketahanan Pangan Dalam Perspektif Kesejahteraan Sosial.

--

--

John Irwin
John Irwin

Written by John Irwin

0 Followers

Mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia

No responses yet